Senin, 08 Juni 2015

GEMPA ITU SALING TERKAIT

“Education can’t stop natural disasters from occurring, but it can help people prepare for the possibilities”

Terjadinya satu gempa bumi di satu tempat pasti mempengaruhi tempat lain karena bumi ini satu. Ibarat tubuh manusia, jika jempol kaki kena duri maka seluruh tubuh akan merasa nyeri, linu bahkan sakit dan yang berteriak sakit adalah mulut bukan kaki yang tertusuk duri. Jadi tidak asing jika gempa bumi itu pasti saling terkait dengan keadaan di bumi. Hanya saja yang jadi pertanyaan, pengaruhnya seberapa besar?? Butuh pemikiran jernih untuk memperhitungkannya.

Berikut foto yang memperlihatkan penyebaran gunungapi sebagai sebuah rangkaian yang saling terkait.



Jumat, 13 Februari 2015

TURI-TURIAN: MATAHARI YANG TAK DAPAT DIPADAMKAN

Kisah unik dimasa kecil di tengah dekapan hangatnya cahaya dan  kepulan asap dari tataring, Umakku bercerita tentang kisah masa lalu. Kisah masa lalu ini disebut TURI-TURIAN. Waktu marturi-turian adalah favorit utamaku. Imajinasi bisa melayang jauh bahkan bisa menjadi pemeran didalamnya.  Ketika di-"dendangkan" maka kami adalah pemerannya.

Ada kisah yang menggetarkan hingga saat ini dan yakin ini adalah kisah abadi. Akan kukisahkan kepada siapapun yang ingin menjadikannya sebagai inspirasi dan semangat hidup. Kisah tentang "MATAHARI TERBIT"

Umakku berkisah...
Ada seorang laki-laki pergi ke suatu wilayah yang belum ada penghuninya. Tempat itu subur, air bnayak dan bening Disana ia membangun tempat tinggal dan semakin lama semakin banyak penghuninya dan semakin makmur. Kehidupan mereka berkecukupan. Anak, cucu mereka kemudian jadi malas bekerja. Mereka berpikir, makanan yang mereka punya tidak akan habis selam-lamanya. 

Hingga suatu saat terjadi kemarau. Tanaman mulai mengering, air tidak mengalir lagi, hewan ternak sudah kurus-kurus. Akhirnya terjadi kelaparan. Penghuni desa bingung. Bagaiman cara mengatasinya. Leluhur mereka yang membangun desa itu sudah tiada. Mereka tidak pernah mau ikut berladang ketika leluhur itu masih hidup. Mereka yakin ini adalah akibat panasnya matahari. Akhirnya mereka mengambil tindakan yang menurut mereka bisa membebaskan mereka dari masalah ini. 

Seluruh warga desa disuruh tidur dalam rumah dan menutup rapat-rapat rumahnya. Mereka berpikir kalau mereka tidur mereka tidak akan lapar. Dengan menutup rumah rapat-rapat maka sinar matahari tidak akan muncul dan membangunkan mereka. Tetapi matahari masih bisa keluar dan menembus dinding rumah mereka.

Selanjutnya mereka beramai-ramai pindah ke lembah  di balik gunung dan kembali bersembunyi dari matahari. Tetapi semakin lama matahari justru berada di atas kepala mereka.

Tidak berhenti disitu, tetua desa memerintahkan kepada penhuni desa untuk menganyam tampa atau "ANDURI" (baca: adduri). Anduri ini ditempatkan di puncak gunung dari arah mana matahari itu muncul. Tetapi matahari tetap tidak bisa ditahan. 

Banyak cara sudah dilakukan. Banyak ide telah mereka tuangkan tetapi tidak mampu menghalangi matahari terbit. Kelaparan makin merajalela, penderitaan mereka makin bertambah... Mereka mengeluhkan kemunculan matahari adalah penyebab semua ini. Doa-doa dan sesaji yang mereka persembahkan bagi leluhurnya tidak menghentikan matahari yang selalu datang. Mereka lelah... mereka kehabisan ide.... tak ada lagi yang bisa mereka pikirkan dan lakukan untuk menghentikan matahari terbit."

Umakku menghela nafas dan menatapku. Saya masih menunggu bagaimana nasib akhir dari penghuni desa itu. Umakku berkata setengah berbisik... "lomomma, manang na songondia halaki. Ho ma namanontuhon antong. Molo nabisuk doho manang na daong.". "terserah kamu, bagaimana nasib mereka. Kamu yang menentukan jalan cerita selanjutnya. Apakah kamu bijaksana atau tidak."

ilistrasi gambar (dari blogspot.com)


Renungan pagi hari

14 Februari 2015
Love Forever for Mama

TATARING

Dimana ad Desa, Kampung Halamanku

Masa kecil di desa yang terletak di daerah pegunungan. Udara dingin menusuk, terasa hingga di tulang-tulang. Gemeretak gigi disaat menyentuh air diwaktu pagi dan sore hari, itu sudah menjadi menu harian kami. Namun jaibnya, selesai bergelut dengan dinginnya air dari bebatuan ini, segera badan akan terasa bugar. Rasa dingin yang menusuk, lenyap seketika hanya oleh balutan kain baju yang lusuh karena hari berganti hari hanya beberapa helai baju harian yang silih berganti dipakai.

Tempat favorit warga desaku di pagi-pagi buta dan petang menjelang malam adalah tataring. Perapian di setiap rumah kami ini multifungsi, mulai dari memasak makanan sehari-hari, menghangatkan rumah dan seisinya, mengeringkan kayu bakar di bagian atasnya atau disebut para-para  dan fungsi lain yang menjadi favoritku adalah tempat bercengkerama, bercanda, bercerita bahkan berkisah hal-hal rahasia bagi anak-anak kala itu.

Gambar: Salah satu bentuk parapian yang menggunakan besi tiga kaki.

Gambar Tataring bentuk parapian yang menggunakan tiga bongkah batu (yang umum pada masa lalu).

Sebenarnya masih ada satu tempat favorit lagi bagi kami di desa, mungkin khususnyam buatku. Ketika ada salah seorang Inang yang melahirkan di desaku maka selama tujuh malam berturut-turut, seluruh warga kampung mulai dari orok sampai nenek, kakek akan tidur di rumah yang lahiran atau mandungoi.  Haa, yang ini ada episode kisah sendiri yang sangat menyenangkan bagi setiap anak seusiaku. Akan lebih seru dikisahkan pada bagian lain. Saat mandungoi ini, perapian tataring tidak boleh padam hingga pagi. Tataring harus terus berasap guna menghangatkan bayi dan ibunya...tentunya beserta seluruh penghuni yang mandungoi. Ditengah kehangatan kebersamaan seluruh warga kampung, dengungan lampu stromking bersumbu halus...benda ajaib dan menggelikan bagi adikku karena ia suka mengamat-amati benda itu tatkala  Bapa' kami atau Among baru saja berhasil "menyulapnya" dari bentuk harnal menjadi "bohlam kain bergaris-garis" lalu seketika adikku akan mendekat secara perlahan dan menyentuhnya dan sshhh....bohlam ajaib berserakan jadi debu putih di atas lantaai papan. Seketika itupun terdengarlah suara tinggi Among karena kaget dan tidak mendunga akan sentuhan lembut adikku berakibat fatal bagi si bohlam ajaib itu... EEEIIII....dan adikku tidak mau kalah... HUWAAAAA.. ia balas dengan tangisan khas kagetnya.

Ehmmm, bercerita masa kecil yang penuh pelangi hidup tidak ada habisnya.

Kembali ke perapian rumah di desaku, di rumahku, di rumah nenek atau Oppung, seluruh sanak keluarga bahkan seluruh penghuni desa dan kampungku. Perapian ini menyimpan berjuta cerita kami yang direkamnya dari setiap hari-hari kami.

Kisah Matahari: "Ndang Haintopan Mataniari Binsar"
In the next posting.