Haram artinya terlarang (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI), berarti sesuatu yang dilarang, dan oleh aturan tertentu juga, bukan terlarang secara universal.
"Ma, cabe itu haram, ya, kan tumbuh di situ? Nanti dicuri orang," celoteh seorang anak kecil pada Mamanya yang kebetulan ada di sampingku dan sedang lewat di samping anjungan tunai mandiri dan perkantoran, "Ma, yang haram cabe atau yang nyuri?" desak si anak.
"Ciptaan Tuhan, kan, tidak ada yang haram, sayang. Tapi kelakuan manusia yang haram dan membuat sesuatu haram." Ibu itu mengusap kepala anaknya lalu menggendongnya, masuk ke dalam mobil. Mereka berlalu sambil bercerita. Aih, manis betul keakraban mereka.
Seketika saya merasa geli, 'pintar juga anak kecil ini' pikirku. Saya menoleh ke arah cabai dimaksud, bukan anak ini saja yang memperhatikan pohon cabai itu, tapi saya juga. Lalu saya merenung ketika memandang pohon cabai rawit yang tumbuh liar di pekarangan perkantoran itu. Subur, daunnya lebat dan buahnya banyak, sampai-sampai batangnya melengkung hingga bertengger dan bertopang pada rumput liar di sekitarnya. Saya mau petik, tapi ragu karena saya sadar tidak pernah menanam dan itu bukan tanah milik kami. Dan hampir tiap pagi selama 2 bulan terakhir, cabai rawit itu berada di sana, seolah tersenyum memandangiku setiap kali lewat di depannya.
Gambar hasil comot dari google, paling mirip dengan cabai dalam ceritaku ini. |
Namun pada pertengahan bulan kedua, dugaan anak kecil dan kekwatiranku menjadi sebuah kenyatan. Saya melihat pohon cabai itu hampir meranggas seperti meringkuk di sudut taman yang makin lebat dikerumuni belukar. Kenapa bisa secepat itu rusak? Oh, ternyata, ranting-ranting kecilnya yang dulu menopang buah cantiknya, telah hilang seperti ditarik paksa, buahnya dipetik tapi rantingnya terluka parah. Sungguh, saya kasihan dan bersedih kalbu. Siapa gerangan yang merusak dan 'merampas' cabai ini?
Gambar dari google ini mirip dengan cabai yang dirusak dalam ceritaku ini. |
Atau mungkinkah pelakunya itu benci dengan cabai karena dia tidak boleh makan cabai, mungkin dia ada penyakit? Akh, bisa dimaklumi sih, kalau ia tidak boleh makan cabai, tapi benci... sampai merusaknya ..., itu tidak bisa dimaklumi, itu kejam!
Siapakah yang salah?
Perenunganku berlanjut ..., alam semesta telah diciptakan oleh Sang Pencipta, yang sebagian besar mahluk di bumi ini mengenalnya Tuhan atau TUAN SEMESTA ALAM, manusia memanggilnya dengan berbagai sebutan sesuai bahasa suku bangsanya. Bumi, kebagian jatah untuk dihuni mahluk kasat mata yang namanya tumbuhan, hewan dan manusia, dan yang lainnya adalah udara, air dan tanah.
Singkat cerita, tumbuhan itu, di mana pun tumbuhnya dan bagaimana pun cara tumbuhnya, sudah sifat asalnya tumbuh dan menghasilkan 'buah' alias berguna bagi mahluk lainnya. Kalau ada yang TIDAK SUKA atau oleh karena suatu alasan TIDAK BOLEH, maka itu bisa diterima atau sah-sah saja. Karena itu berlaku bagi yang tidak suka dan tidak boleh, bukan berarti berlaku untuk semua mahluk, khususnya manusia. Dan baginya tidak ada kekuasaan untuk merusak atau menghancurkan, karena ada yang punya, yaitu Sang Penciptanya.
The Creator menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini tidak ada yang haram, tetapi diberi aturan khusus dalam memanfaatkannya. Semisal memakan makanan yang baik dan berguna bagi kesehatan, seperti buah, biji-bijian, daging hewan, daging ikan, dan lain-lain yang baik bagi tubuh. Kalau ada yang dilarang, itu adalah aturan yang dibuat kemudian untuk menjaga keseimbangan alam.
Berkebun dan menjaga kelestarian alam, itu penting!. (Gambar ini pinjam dari blognya Mbakyu, www.lacarmina.com) |
Merusak pohon cabai, boleh, karena tidak ada aturannya. Tapi ingat, aturan universal dari Sang Pencipta, untuk memanfaatkan, melestarikan dan memakmurkan seluruh ciptaanNya, apa pun itu, termasuk cabai, babi, sapi dan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Benar kata Ibu tadi, ciptaan Tuhan tidak ada yang haram! 100% agree.
Semarang, 13 Januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar